Minggu, 23 Maret 2008

Gizi Buruk; Kemiskinan dan Politik

Dalam beberapa hari terakhir, kasus gizi buruk terus berdenging dan didengungkan. Secara bergantian, kasus gizi buruk dipapar dari berbagai daerah di negara yang kita cintai ini. Hampir seluruh kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan telah diberitakan mempunyai kasus anak gizi buruk. Umumnya mereka ditemukan sudah dalam kondisi yang parah terbaring di rumah sakit atau Puskesmas. Yang menarik bahwa setiap berita seperti ini muncul di media, sebagian besar secara tidak langsung menuding bahwa itu terjadi akibat kesalahan pemerintah yang sedang berkuasa. Seolah-olah kondisi pemerintah yang ada saat ini menjadi penyebab mengapa gizi buruk terus mencuat di berbagai daerah di Sulawesi Selatan.

Menanggapi kasus gizi buruk ini, pemerintah dalam hal ini pihak Dinas Kesehatan aktif turun ke masyarakat memantau kemungkinan adanya kasus gizi buruk. Mereka sepertinya bekerja keras agar laporan kasus baru tidak terjadi.

Di lain pihak, kelompok lain sepertinya hanya menjadi penonton, walaupun ada juga kelompok lain yang datang menunjukkan rasa empati dan bantuan seadanya. Saat ini, mereka yang terkait dengan kasus gizi buruk ini juga mendapat kunjungan dari politisi dan selebriti. Tentu keadaan ini dapat dimengerti mengingat kasus gizi buruk menjadi liputan yang menarik oleh media massa.

Gizi Buruk dan Kemiskinan

Gizi buruk pada umumnya terjadi pada keluarga miskin dan kurang pendidikan. Masyarakat miskin juga identik dengan mereka yang punya pengetahuan rendah, kurang berpartisipasi di masyarakat, dan kadang terisolir dari suatu komunitas.

Itulah sebabnya, berbagai program yang ada di masyarakat pada umumnya tidak dapat menyentuh mereka. Pada saat hari Posyandu misalnya, mereka tidak datang. Pada saat ada upaya pemantauan dari rumah ke rumah mereka tidak terdeteksi oleh petugas lapangan. Nanti pada saat sudah dalam keadaan parah, mereka diberitakan mengalami gizi buruk dengan berbagai sebabnya.

Gizi buruk pada keluarga miskin memang tidak terjadi begitu saja. Sangat jarang anak yang hanya tidak makan tiga hari langsung meninggal dengan gizi buruk. Biasanya ada kondisi awal yang sudah ada sebelumnya sehingga menjadikan anak tersebut sangat berisiko untuk meninggal.

Umumnya, anak memang sudah dengan kondisi berat badan yang sangat rendah sehingga anak lebih mudah terkena penyakit infeksi. Bila penyakit infeksi yang datang tidak segera tertangani dengan baik, maka anak akan lebih cepat meninggal dibanding dengan anak dengan berat badan normal yang terkena infeksi serupa.

Apabila dilihat ke belakang lagi, kondisi gizi buruk pada keluarga miskin umumnya sudah terjadi sejak anak berada dalam kandungan ibunya. Seorang ibu dari keluarga miskin yang mengonsumsi makanan kurang, akan cenderung melahirkan anak di bawah berat badan normal.

Selanjutnya, pada saat lahir seharusnya bayi memperoleh ASI yang cukup dari ibunya, namun karena kurang mengonsumsi makanan bergizi (karena kemiskinan atau ketidaktahuan), maka jumlah dan kualitas ASI yang diisap oleh bayinya tidak memadai.

Demikian pula, saat anak harus memperoleh makanan pendamping ASI, yang umumnya sangat rendah dari apa yang seharusnya. Oleh karena itu anak ini akan mengalami kekurangan asupan energi dan zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya dan perkembangannya.

Kondisi anak dengan status gizi yang sangat rendah akan mudah mengalami penyakit infeksi seperti diare atau infeksi saluran napas bagian atas. Pada kondisi seperti ini bisa terjadi dua hal, yaitu pertama, anak dapat meninggal secara tiba-tiba, dan kedua, anak akan bertahan dalam waktu yang relatif lama, dan nantinya dapat ditemukan sudah dalam kondisi berat atau marasmus kwashiorkor.

Sebenarnya, kejadian pertama lebih banyak dibanding kejadian kedua, tapi tidak banyak terungkap di media massa. Itulah sebabnya kematian anak balita di Indonesia sampai saat ini masih relatif tinggi.

Gizi Buruk dan Politik

Kasus gizi buruk yang terus mencuat di media massa menjadikan perhatian orang meningkat. Keadaan ini digunakan oleh sebagian orang, tidak terkecuali para politisi untuk memperlihatkan komitmen mereka kepada orang miskin. Para politisi juga menggunakan kesempatan ini untuk menjual program-progamnya ke masyarakat.

Salah satunya dengan apa yang sering kita dengar beberapa waktu lalu tentang kesehatan dan pendidikan gratis. Semuanya sah-sah saja sepanjang dilandasi oleh niat benar dan komitmen tinggi.

Masuknya gizi buruk ke dalam agenda politik, sebenarnya sangat menguntungkan dalam program pembangunan kesehatan ke depan. Minimal, para anggota dewan dan mereka yang sedang bersaing menjadi pimpinan suatu daerah bertekad dalam menanggulangi masalah ini.

Sudah disadari bahwa persoalan mendasar dari kejadian gizi buruk terletak pada kebijakan dari pemerintah yang sedang berkuasa. Di daerah yang memberi perhatian besar dan dengan program sistematis, jumlah penderita gizi buruknya hampir tidak ditemukan.

Dapat dikatakan, kebijakanlah sebagai akar masalah dari kejadian gizi buruk sehingga penanggulangan gizi buruk dapat diatasi dengan kebijakan yang tepat.

Nah, sebaiknya bagaimana yang perlu dilakukan oleh pengambil kebijakan dalam kasus gizi buruk ini? Ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, pemantauan anak gizi buruk harus terus dilakukan, terutama pada keluarga miskin.Mereka tidak bisa ditunggu di Posyandu atau tempat pelayanan kesehatan. Biasanya dalam kondisi yang sudah parah atau sudah terlambat baru mereka datang. Dengan pemantauan dari rumah ke rumah maka keadaan ini bisa diatasi.

Kedua, keterlibatan masyarakat harus ditingkatkan. Biasanya masyarakat mengetahui dengan baik keluarga yang tidak pernah membawa anaknya untuk ditimbang di Posyandu. Masyarakat juga diminta proaktif terhadap kehidupan keluarga miskin yang ada di sekitarnya. Di beberapa wilayah yang mempunyai aktivitas Dasa Wisma yang dipelopori PKK, sangat jarang ditemukan anak gizi buruk.

Ketiga, pencegahan adalah lebih penting daripada penanggulangan kasus. Untuk itu, pemerintah harus sudah merencanakan upaya penanggulangan gizi buruk sejak anak tersebut dalam kandungan ibunya. Seluruh ibu miskin harus mendapat pemantauan yang baik dari petugas kesehatan.Harus ada jaminan bahwa ibu hamil dari keluarga miskin ini memperoleh makanan yang cukup dan juga perawatan yang memadai agar kehamilannya menghasilkan calon penerus generasi bangsa. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran khusus untuk pemberian makanan tambahan gratis kepada ibu hamil dari keluarga miskin.Harus disadari, janin yang ada dalam rahim seorang ibu adalah awal dari suatu kehidupan generasi di masa depan. Pemberian bantuan makanan untuk anak balita, apalagi sudah dengan gizi buruk, hanya menanggulangi gejala saja.

Namun demikian, kejadian gizi buruk memang harus ditangani secara komprehensif. Salah satu faktor yang juga sangat terkait dengan kejadian gizi buruk pada keluarga miskin adalah paparan asap rokok dari sang suami. Seorang suami yang merokok, maka asap rokok yang dihisapnya di tengah keluarganya dapat berpengaruh terhadap kesehatan janin di kandungan ibunya.Di samping itu juga, bayi atau anak yang mendapat paparan asap rokok akan memudahkan terjadinya berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi.

Solusi Cerdas

Pemutusan rantai kemiskinan antar-generasi memang adalah solusi yang tepat untuk menurunkan angka kemiskinan di negara ini. Hasil survey Bank Dunia memperlihatkan bahwa model yang paling strategis dalam menurunkan angka kemiskinan adalah melalui pemberian gizi pada ibu hamil dan bayi/balita. Mengapa? Dengan memberikan makanan yang bergizi serta pelayanan kesehatan yang optimal pada seorang ibu hamil dari keluarga miskin akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan organ-organ janin menjadi optimal, termasuk organ otak yang merupakan organ menentukan dalam kualitas SDM. Selanjutnya, anak yang lahir normal ini bila memperoleh ASI sempurna apabila ibu yang menyusuinya mengonsumsi makanan bergizi akan tumbuh dengan sempurna. Begitu pula pada saat anak ini memperoleh makanan yang bergizi pada awal-awal kehidupannya. Semuanya ini memberi jaminan bahwa anak tersebut memiliki kapasitas otak yang baik dan tentu dijamin bisa bersekolah dengan baik.Nah, anak dari keluarga miskin yang lahir normal dan tumbuh dan berkembang dengan baik serta sekolah dengan baik ini tentu besar kemungkinannya tidak akan miskin lagi seperti kedua orangtuanya. Semoga gubernur terpilih berdasarkan keputusan yang adil nantinya dapat melihat semua kejadian yang menyebabkan terjadinya anak gizi buruk di propinsi ini dan mau melakukan sesuatu demi generasi yang lebih baik ke depan.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda